Coass Obgyn Part 1
Alhamdulillah akhirnya sempat menulis juga. Mungkin dalam
tulisan kali ini saya akan menulis panjang sekali. Mungkin juga akan bersambung.
Memasuki minggu ke-6, ketertarikan saya pada bidang
obstetri dan ginekologi meningkat.
Saya ingin bercerita kejadian selama satu minggu kemarin dimana setiap hari selalu berkesan.
Senin, 4 April 2016
Senin pagi diawali dengan Bed Site Teaching mengenai pemeriksaan ginekologi, manual placenta, dan kuretase dengan dr. A, Sp. OG (K) yang telah menyempatkan waktu paginya untuk membimbing kami, sebelum beliau
take off, segera setelah meninggalkan rumah sakit.
Selanjutnya dinas pagi
berjalan seperti biasa. Minggu ujian sudah dekat. Pekan ini ujian OSLER, pekan
depan ujian OSCE, dan pekan depannya lagi ujian tulis.
Hari ini saya dinas malam, namun ketika dinas pagi berakhir pukul 14.00 WIB, pasien saya sudah pembukaan 5, hamil anak ketiga.
Sepertinya akan cepat menuju bukaan lengkap. Akhirnya saya putuskan untuk tetap
di rumah sakit. Siapa tahu ba’da ashar bayinya lahir dan saya sempat pulang ke
kosan untuk beristirahat sebelum dinas malam.
Pukul 16.30 pembukaan ternyata hanya maju sedikit yaitu
bukaan 6. Saya mulai putus asa.. kalau seperti
ini kemajuannya, saya nggak akan sempat pulang sebelum dinas malam. Saya minta tolong Hani menyiapkan baju saya dan menitipkannya pada Farida untuk jaga nanti malam dan dinas besok
pagi.
Pukul 17.00 WIB. Seusai melakukan kegiatan favorit saya (memandikan
bayi-bayi), saya baru saja hendak memejamkan mata sejenak. Sembari dalam hati
bergumam, semoga segera lahir secepatnya..
Aamiin.
Alhamdulillah. Do’a saya langsung terijabah. Tiba-tiba pasien saya sudah mulas-mulas seperti ingin BAB. Kakak bidan meminta saya periksa dalam dan
alhamdulillah sudah bukaan lengkap dan kepala sudah turun di dasar panggul. Segera
saya pecahkan ketuban dan pimpin ibu mengejan.
Pukul 17.30 WIB lahirlah seorang bayi
perempuan yang lucu.
Manajemen aktif kala 3 dimulai, oksitosin (uterotonik) sudah saya suntikkan dan selanjutnya saya lakukan peregangan tali pusat terkendali. Namun placenta tidak keluar selama 15 menit, akhirnya saya suntikan
oksitosin untuk kedua kalinya, pada 15 menit berikutnya placenta tak kunjung terlepas, akhirnya pada ibu ini dilakukan
manual placenta.
Sayang placentanya amat lengket dan tertanam cukup dalam
pada dinding uterus sehingga placenta yang lahir tidak lengkap. Pada ibu ini
direncanakan pemeriksaan USG esok hari untuk menilai ada tidaknya sisa
placenta.
Maghrib berganti isya, Isya berganti malam. Saya tidak
sempat pulang ke rumah. Begitu Farida datang membawa baju ganti, saya segera
mandi dan bersiap jaga malam.
Jaga malam berlangsung seperti biasa, pasien full bed. Huh hah semangat.
Selasa, 5 April 2016
Hari ini setelah visit, saya mengikuti tiga operasi, dua caesar dan satu
laparotomi.
Saya menjadi asisten caesar dengan dr. T, Sp.OG and for the
first time in forever saya diizinkan menjahit perut ibu caesar bagian subkutis
dan kutis. Senang sekali rasanya.
Operasi selanjutnya adalah laparotomi myoma uteri dengan dr. W, Sp.OG
Seffia menjadi asisten dan saya menjadi observer. Sepanjang
operasi dr. W menanyakan kami soal-soal anatomi yang berhubungan dengan organ yang
sedang kami operasi. Ketika itu saya menjawab, dan dr. W berkata,
“Bagus. Pintar.. Anda ujian OSLER dengan siapa?”
“dr. T dok”
“Apakah sudah ujian?”
“Belum dok”
“Kalau begitu anda ujian dengan saya”
“Baik dok”
Senang sekali, saya rasa ini adalah hari pertama saya
dipuji selama 6 minggu ini. Maklum saja setiap hari kami hobi dimarahi. Namanya
juga coass, dan memang kami masih sangat kurang.
Setelah operasi laparotomi, saya menjadi observer operasi
caesar dengan dr. W bersama Ruth, sedangkan Dea menjadi asisten.
Setelah operasi usai, kami berempat; Ruth, Seffia, Dea, dan
saya (sebagai personil baru Tim ujian OSLER dengan dr. W), menghadap dr. W
untuk menanyakan perihal ujian.
Kami berdiri berempat sedangkan beliau menulis status pasien.
Hal yang sudah biasa kami alami terjadi. Kami masih keliru menyebutkan
diagnosis lengkap. Kami dimarahi dan seperti biasa suasana menjadi tegang dan
kami menunduk ketakutan. Sampai pada suatu pertanyaan.
“Pasien siapa tadi?”
“Saya dok”, Dea menjawab.
“IUD yang tadi saya pasang ke pasien jenisnya apa?”
“IUD.. cooper.. T dok”
“Kurang lengkap”
Kami diam selama beberapa detik
“Ayo sebutkan yang lengkap, cari bungkusnya sekarang”, dengan nada yang meninggi.
Kami berempat serempak balik kanan grak dan kedua tangan
kami segera mencari-cari bungkus IUD di atas meja di ruangan tersebut.
Saat itu tak ubahnya kami seperti orang yang sudah terprogram untuk melakukan
gerakan yang berulang-ulang (menghentak-hentakkan tangan di meja) atau orang
buta yang sedang meraba-raba meja untuk mencari tongkat. Saya pikir kami
melakukan hal yang aneh. Hahaha. Semua juga tahu, jelas tidak mungkin ada bungkus IUD di meja tersebut tapi kami tetap seolah-olah seperti mencari.
“Mana ada disitu, sana cari bungkusnya di tong sampah!”
Wkwkwk
Kami kembali berdiri menghadap dokter W dan sontak hadap
kanan grak lalu keluar pintu seperti robot, satu persatu. Dea keluar, disusul
Ruth, lalu saya, dan terakhir Seffia dengan jarak interval hanya 5 detik.
Dr. W bingung melihat tingkah kami, beliau berkata. “Suudahh. Satu
orang saja, ngapain kamu keluar semuaa, sudah kaya bebek aja”. Kami bertiga
kecuali Dea, kembali berlari ke ruangan dokter dan kembali berdiri seperti
posisi semula. Kami bertiga berusaha menahan tertawa sebisa mungkin menyadari kekonyolan kami barusan. Kami akui
memang kami seperti bebek, sikap kami keluar ruangan bukan karena ingin mencari IUD lebih karena takut berhadapan dengan dr. W. Kalau mengingat kejadian ini. Kami berempat
tak bisa berhenti tertawa sehingga kami menamai diri kami berempat sebagai tim bebek.
To be continued..
Ruang Bersalin,
Ahad, 10 April 2016.
23.08 WIB.
Mencuri-curi waktu saat jaga malam.
by Hanifah Rahmania
by Hanifah Rahmania
Komentar
Posting Komentar