Lembar Pertama

Sebelumnya aku pernah bilang mau repost isi bukunya Mas Gun.
Sejujurnya bingung mau nge-post yang mana karena sama bagusnya.
Aku pilih lembar pertama aja ya dari isi buku Hujan Matahari

Lembar pertama berjudul Suatu Sore di bawah Pohon Randu

Suatu sore yang indah, di bawah pohon randu yang berguguran daunnya. Sahabat kecilku berceloteh. Seperti seekor burung sawah yang berisik sambil terbang terbirit-birit. Ini seperti khotbah pengajian. Aku dan temanku yang lain duduk bersila mendengarkan sabda-sabdanya. Kami bertiga berkumpul di tempat yang sama sejak bertahun-tahun.

Dia, perempuan seorang diri diantara kami bertiga. Bertengger di atas akar yang besar. Dengan gayanya yang mengatur, dia memberikan petuah kepada kami, laki-laki, tentang perempuan.
Seolah-olah dia sedang membocorkan rahasia besar kaumnya sendiri kepada lawan utamanya, laki-laki. Kuharap dia masih ingat kalau dia seorang perempuan.

"Kalian kaum laki-laki harus paham kunci ini. Perempuan itu benar-benar menyukai kepastian."

Sabdanya dimulai. Bila sudah begini kami lebih baik diam.

"Anak gadis mana yang mau dipermainkan? Anak gadis mana yang mau digantungin? Cinta itu omong kosong tanpa kepastian."

Matanya menatap tajam ke arah kami sambil jari-jarinya mengacungkan ranting kecil. Bila sudah begini, kami harus memperhatikan.

"Kalian tahu? Kepastian bukan soal masa depan kalian gemilang atau bukan, bukan soal uang kalian banyak atau tidak, bukan soal itu, tapi soal ini.."

Dia menunjuk dadanya.

"Kalian tahu, perempuan itu benar-benar menyukai kepastian. Dan cuma satu saja yang perlu kalian pastikan."

Kami saling tatap. Kemudian melihatnya yang tersenyum memancing kami untuk memaksanya memberi tahu.

"Bahwa hatinya aman di tangan kalian, bahwa kalian menjadikannya satu-satunya. Meski aku tahu mungkin itu agak bias karena kalian tentu memiliki hal lain. Setidaknya kalian harus memastikan bahwa kalian bertanggungjawab terhadap dirinya, terhadap perasaannya, dan terhadap hidupnya.

Pertanggungjawaban itu tidak hanya soal dunia, tapi disaksikan Tuhan. Dan kepastian tertinggi itu dengan melibatkan Tuhan sebagai saksi, atas nama Tuhan kalian menjadikannya teman hidup disini, juga disana."

Tangannya menunjuk ke langit. Dia diam sejenak.

"Kalian tahu, meski aku tomboi seperti ini, di dalam diriku ini tetaplah perempuan. Meskipun aku tahu kalian melihatku sangat kuat dan tegar, sangat mandiri, aku merasa tetap membutuhkan sandaran, tempat dimana aku bisa merasa tenang. Ah, susah sekali menjelasakannya, kalian bukan perempuan, sih!"

Dia sebal sendiri. Aku mengacungkan tangan.

"Ya, ada apa?"

"Kira-kira apa yang harus kami lakukan kalau kami belum siap memberikan kepastian?", tanyaku.

Dia membetulkan posisi duduknya, kemudian mengacungkan ranting kayu ke depan mukaku.

"Jangan sekali-kali memberikan harapan. Camkan itu."

(Kurniawan Gunadi dalam Hujan Matahari)

*bukankode* 
*lanjutbelajarUAB*
Mohon do'a dari pembaca untuk kemudahan dan kelancaran UAB saya. Terima kasih ^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Istimror

Keluar dari Belenggu Membandingkan

Merenungi Perjalanan