Menjadi Asing

Teringat pesan murabbi suatu hari, “Ada apa ya sebenarnya dengan rumah sakit?”
“Beberapa kakak-kakak kalian yang aktivis di lembaga keislaman saat di kampus kok ya sekarang berubah, sedih ya, ada yang mulai meninggalkan liqo karena alasan sibuk, ada yang sudah punya teman spesial, ada yang sudah mulai pakai make up.. Anehnya hal itu memang terjadi dari tahun ke tahun. Ummi harap kalian jangan ya, cobalah kalian lihat nanti, apa sih yang sebenarnya terjadi di rumah sakit”, ujar ummi sedikit tertawa.

“Huhuhu.. jadi takut ummi, insya Allah kami tidak akan seperti itu ummi, do’akan kami ya mi”, ujar kami kompak.
Secara tidak langsung itulah janji dan tekad kami yang terpatri; untuk tetap istiqomah kapanpun dan dimanapun. Izinkan kami untuk terjaga selalu di jalan-Mu ya Allah.

Seingat saya itu adalah percakapan terakhir kami sebelum ‘dimutasi’ ke Metro. Salah satu hari tersedih adalah hari itu. One of the best part of my life adalah berada dalam lingkaran itu, ketika ummi berkisah dan menerangkan kalam-kalam Allah, amat menentramkan.
Ketika lantunan al-Qur’an bergaung saat setor hafalan, ketika kami berdiskusi, ketika kami bersama-sama mencari solusi dari beragam permasalahan sehari-hari yang kami temui baik urusan pribadi maupun masyarakat. These moment couldn’t be replace. Tidak akan terganti. Tiga tahun terbaik dalam hidupku kutemukan dalam setiap momen ini.

Dan inilah saya saat ini dengan kehidupan di rumah sakit.
Menghadapi hari-hari di rumah sakit saya jadi teringat perkataan ummi kala itu.
Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaitana wa hablanaa milladunka rahmah, innaka antal wahaab.

Di lingkungan yang heterogen ini, saya agak sedikit merasa asing kembali. Entah mengapa memang atmosfernya berbeda dari kehidupan kampus. Terlebih saya menjadi jarang kedapatan kelompok stase coass yang sepemahaman dengan saya hehe atau mungkin saya yang pergaulannya kurang luas (?).

Saya merasa benar-benar terjun ke lingkungan yang awwam dan heterogen. Mungkin hikmahnya bahwa ini adalah sarana dari Allah sebagai latihan dakwah, dimulai dari kelompok yang kecil.
Jika yang sedikit saja tidak mampu, bagaimana dengan masyarakat yang banyak dan lebih beragam?.

Ada beberapa kejadian, pandangan, dan anggapan yang membuat saya menjadi semakin merasa sebagai minoritas.
Sempat sedih juga, tetapi kemudian saya memotivasi diri dengan menegaskan, “Jangan hiraukan pandangan orang lain. Cukup Allah saja”  

Dan hadits ini amat menghibur saya,
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145)

Ya Allah kuatkanlah kami untuk senantiasa bersabar dengan kesabaran yang baik. Kesabaran dalam ketaatan kepada-Mu. Aamiin.
Hadirkanlah cahaya-Mu di rumah sakit ini ya Allah.

Wallahu a'lamu bisshawwab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Istimror

Nilai Sebuah Kebersamaan

Merenungi Perjalanan